KARBOHIDRAT
Karbohidrat
dalam bahan pangan merupakan nutrisi yang sangat penting. Untuk itu diperlukan
tes-tes untuk mengetahui ada tidaknya karbohidrat maupun jumlah karbohidrat
maupun jumlah karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan pangan.
Keberadaan
karbohidrat dalam bahan pangan dapat dibedakan menurut ukuran molekulnya, yaitu
monosakarida, disakarida dan polisakarida. Diantara disakarida dan polisakarida
kadangkala ada yang meletakkan satu kelompok, yaitu oligosakarida. Salah satu sifat
karbohidrat yang penting dalam hubungannya dengan tes laboratorium adalah
kemampuan karbohidrat untuk mereduksi. Hampir semua monosakarida dan disakarida
mempunyai kemampuan mereduksi (kecuali sukrosa).
Tes
laboratorium karbohidrat dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tes kualitatif karbohidrat pada prinsipnya dikategorikan dalam 3 kelompok besar
yaitu berdasarkan :
1.
Kemampuan mereduksi gugus aldehid.
2.
kemampuan menghidrasi gugus hidroksil yang memberikan
perlakuan pada senyawa furfural yang terbentuk sehingga didapatkan produk yang
berwarna spesifik.
3.
membuat komponen-komponen turunannya (untuk komponen
murni).
A. Tes Kualitatif
1. Tes Molisch
Tes ini
memberikan reaksi positif terhadap semua karbohidrat, baik yang bebas maupun
yang terikat dalam senyawa, asal senyawa tersebut dapat membentuk furfural
dengan senyawa H2SO4 pekat.
Lingkaran-lingkaran
ungu yang terjadi diperkirakan merupakan hasil kondensasi dari furfural dengan α-naftol
yaitu terbentuknya asam-asam keton aldonat. Bila terjadi lingkaran hijau
adalah akibat pengaruh H2SO4 terhadap α-naftol, yaitu terbentuknya 2-keto
aldonic acid. Hal ini tidak berpengaruh dalam tes.
Cara kerja
:
- Ambil 1 gr contoh padat (I ml contoh air), encerkan dengan aquades dalam labu ukur 100 ml, kocok hingga homogen (larutan contoh 1 %)
- Masukkan 5 ml sampel ke dalam tabung reaksi
- Tambahkan 2 tetes larutan molisch
- Kemudian tambahkan 3 ml asam sulfat pekat secara perlahan-lahan melalui dinding tabung
- Amati perubahan yang terjadi (test tersebut positif bila terjadi lingkaran ungu)
2. Tes Benedict
Tes ini
digunakan untuk mengetahui adanya gugus pereduksi dalam karbohidrat. Apabila
terdapat gugus pereduksi, ion Cu++ pereaksi akan menjadi ion Cu+
atau Cu. Peristiwa ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah atau warna
larutan akan berubah menjadi warna karat. Tes lain yang menggunakan dasar
serupa adalah tes fehling, hanya saja pereaksi pada tes ini kurang
sensitif jika dibanding tes benedict.
Cara kerja :
- Ambil 1 ml larutan sampel kedalam tabung reaksi
- Tambahkan 5 ml reagen benedict
- Kocok dalam penangas air selama 2 menit
- Catat perubahan yang terjadi.
3. Tes Barfoed
Uji ini agak
berbeda dengan uji-uji yang yang didasarkan pada reduksi Cu2+
sebelumnya, karena dilakukan dalam suasana asam. Pereaksi pada uji ini tidak
tereduksi oleh gula-gula disakrida (misalnya laktosa dan maltosa), oleh
karenanya uji ini berguna untuk membedakan monosakarida dari polisakarida.
Cara kerja
:
Campurkan 5 ml
pereaksi dengan 1 ml larutan sampel karbohidrat yang hendak diuji. Masukan
kedalam penangas air yang mendidih selam 3 – 4 menit. Periksa akan terbentuknya
endapan merah Cu-oksida.
4. Tes Bial
Tes bial ini
digunakan untuk mengetahui adanya gugus pentosa dalam karbohidrat. Hasil yang
positif ditunjukan dengan warna hijau terang yang timbulnya mendadak.
Cara kerja
:
- Didihkan 5 ml reagen orsinol, angkat dari nyala api.
- Tambahkan beberapa tetes larutan sampel secara hati-hati
- Catat perubahan yang terjadi.
5. Tes Seliwanoff
Tes ini
menditeksi suatu ketose. Apabila suatu larutan ketose dipanaskan dengan larutan
HCl pekat, akan terbentuk senyawa levulinic asam dan hidroksimetil furfural.
Senyawa ini akan bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa kompleks yang
berwarna merah. Senyawa aldose memberikan warna merah lebih lambat.
Cara kerja
:
Ambil 5 ml
reagen masukan dalam tabung reaksi. Tambahkan kedalam tabung reaksi beberapa
tetes larutan sampel. Panaskan larutan tersebut kedalam penangas air. Amati
perubahan yang terjadi, catat waktu yang diperlukan.
6. Tes Iodine
Tes ini
dimaksudkan untuk uji polisakarida. Uji ini didasarkan pada reaksi antara
iodine dan polisakarida untuk membentuk suatu kompleks pati-iod yang berwarna
biru kehitaman. Pati serta hampir semua dekstrin, amilodekstrin dan glikogen
menunjukan hasil yang positif. Perbedaan warna yang ditimbulkan dapat dibedakan
antara amilose dan amilopektin.
Cara kerja
:
Tempatkan
kedalam tiap tabung reaksi larutan sampel karbohidrat sebanyak 2 ml dengan 3
tetes larutan pereaksi. Lihat perubahan warna bagi molekul makro yang tidak
bercabang (amilose), akan memberikan warna biru. Sedang bagi molekul makro
bercabang (amilopektin) akan memberikan warna hitam kemerahan.
B. Tes Kuantitatif
Cara
kerja :
a.
Timbang 10 mg gula standard, larutkan kedalam aquadest
sampai 100 ml.
b.
Sediakan 5 labu ukuran 100 ml, masukan dalam tiap labu
larutan (1) masing-masing 2, 4, 6, 8, 10 ml. tambahkan aquadest sampai 100 ml
aquadest dalam tiap labu.
c.
Sediakan 6 tabung reaksi, pipet 1 ml larutan dalam tiap
labu dan masukan dalam tabung, sisa tabung diisi dengan aquadest sampai blanko.
d.
Tambahkan dalam tiap-tiap tabung 1 ml regen nelson.
Reagen nelson dibuat dengan mencampur nelson A dan B dengan perbandingan A : B
= 25 : 1.
e.
Panaskan semua tabung dengan air mendidih selama 20
menit. Kemudian dinginkan dengan gelas piala sehingga suhunya 25°C.
f.
Tambahkan kedalam semua tabung masing-masing 1 ml
arsenomolibdat, gojog sehingga endapan yang timbul larut.
g.
Tambahkan kedalam semua tabung masing-masing 7 ml
aquadest, gojog. Perikasa adsorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
h.
Buat kurva standardnya.
Perhitungan
gula reduksi sampel :
1.
Timbang 0.1 gr sampel larutan dalam aquadest sampai 100
ml.
2.
Pipet 1 ml tabung reaksi dan tambahkan reagen nelson.
Perlakuan selanjutnya sama dengan pada pembuatan kurva standard.
3.
Jumlah gula reduksi ditentukan berdasarkan adsorbasi
sampel dan kurva standard larutan glukosa standard dengan persamaan regresi
sederhana.
PROTEIN
Asam
amino adalah senyawa organik yang paling sedikit mengandung satu gugus amina
(NH2) dan satu gugus karboksil (COOH), dimana gugus aminanya terikat
pada atom karbon dari rantai asam asam karboksilat. Kedua gugus tersebut
merupakan gugus fungsional dari asam amino.
Adanya gugus
fungsional tersebut menyebabkan asam amino memiliki sifat amfotir dan membentuk
struktur ion polar atau zwitter ion. Keadaan ini menyebabkan asam amino
mempunyai titik lebur tinggi, tidak larut dalam pelarut non polar, sebaliknya
mudah larut dalam pelarut polar.
Dari hasil
hidrolisis protein secara sempurna dihasilkan 20 macam asam amino. Beberapa
diantara ke-20 macam asam amino merupakan asam amino esensial. Selain asam
amino, didapat pula asam amino yang memiliki berbagai fungsi antara lain :
sebagai koenzim A, sebagai hormon dll. Sifat-sifat asam amino ditentukan oleh
gugus fungsional yang dimilikinya.
Protein
terdapat ditiap organisme, baik mikro maupun makro-organisme dan merupakan
seyawa makro molekuler dengan BM yang besar (5000-25000). Protein merupakan
bentuk polimer dari asam amino. Tiap asam amino bergandengan dengan ketiga yang
dibentuk antara gugus karboksil asam amino yang satu dengan gugus amina dari
asam amino berikutnya, membentuk rantai panjang yang disebut polipeptida.
Komposisi
sebagian besar protein terdiri dari unsur – unsur pit (50-55%), H (6-7%), O
(19-24%), N (13-19%), dan sejumlah unsur-unsur lain (S, P, Fe, Mn, I, Cu, Zn,
dll.). Protein digambarkan sebagai komponen yang paling reaktif diantara
komponen-komponen bahan pangan. Senyawa ini dapat bereaksi dengan gula-gula.
A. Tes Kualitatif
1. Uji Xanto Protein
Uji ini
digunakan untuk mendeteksi asam amino/protein yang memiliki gugus indol dalam
molekulnya, berdasarkan reaksinitrasi inti benzene yang terdapat di dalam
molekul asam amino/protein (tirosin, fenilalanin, triptofan) akibat penambahan
HNO3 pekat. Senyawa nitro yang terbentuk berwarna kuning. Pada penambahan
alkali warna tersebut akan berubah menjadi jingga.
Reagen :
HNO3 pekat,
NH4OH atau NaOH 0,1 N
Alat
:
pipet ukur,
tabung reaksi, pipet tetes, Bunsen, penjepit tabung, labu ukur 50 ml, Erlenmeyer, karet penghisap
Bahan
:
Larutan contoh,
aquades.
.Cara kerja :
Ambil 2-3 ml
larutan contoh dalam tabung reaksi, tambahkan 1 ml HNO3 pekat. Amati
perubahan yang terjadi. Dinginkan tabung reaksi dan perlahan-lahan tambahkan NH4OH
atau NaOH secara berlebih.
2. Uji Biuret
Dalam suasana
basa, Cu2+
bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks (berwarna violet) yang
terjadi dari Cu dan N dari molekul ikatan peptida dan O dari H2O.
Reaksi ini dapat berlangsung baik pada senyawa-senyawa yang mengandung dua
gugus CH2NH2, -C(NH)NH2 dan –CONH2.
Asam-asam amino
tidak menunjukkan adanya reaksi dengan biuret, sehingga reaksi biuret dapat
dipakai untuk menunjukan bilamana hidrolisis protein telah selesai. Reaksi ini
sangat terganggu oleh adanya garam amonium yang berlebihan, karena amonium akan
bereaksi dengan Cu2+
menjadi Cu (OH)2 dan bisa juga membentuk Cu (NH3)42+ akibat amonium berlebih , membentuk
warna biru tua.
Reagen :
NaOH 10 %, CuSO4
1%
Alat
:
pipet ukur,
tabung reaksi, pipet tetes.
Bahan
:
Larutan contoh,
aquades.
Cara
kerja :
Masukkan 2 ml
larutan contoh kedalam tabung reaksi, tambahkan 10% NaOH sebanyak 3 ml, kocok
homogen dan tambahkan 2 tetes larutan CuSO4 1 % sambil dikocok
perlahan-lahan. Amati perubahan yang terjadi.
3. Uji Ninhydrin.
Uji ini
digunakan untuk mengetahui keberadaan asam amino secara umum. Penambahan
larutan ninhydrin dalam suatu contoh yang mengandung asam amino akan
menghasilkan perubahan warna biru pada larutan, kecuali prolin dan OH-prolin
menghasilkan larutan berwarna kuning.
Reagen :
Larutan
ninhydrin (1% triketohydrindehidrat), NaOH 0,1N, asam asetat 0,1N.)
Alat :
pH-meter,
tabung reaksi, erlenmeyer 100 ml, pipet tetes, pipet ukur, bunsen, gelas piala,
labu ukur.
Bahan :
Larutan contoh,
aquades.
Cara kerja :
Masukkan 5 ml
larutan contoh yang telah diatur ph-nya menjadi ph 5 dan 7 kedalam tabung
reaksi. Tambahkan 0,5 ml larutan ninhydrin, panaskan sampai mendidih dan
dinginkan. Amati perubahan warna yang terjadi. Tes disebut positif bila timbul
warna biru.
4. Pengaruh Asam Kuat Dan Alkali Serta Pengendapan Protein.
Reagen :
HNO3
pekat, NH4OH pekat, HCl pekat, asam asetat pekat, NaOH pekat, TCA
1%, asam pikrat jenuh, larutan ferrocyanide 4%
Alat
:
tabung reaksi,
pipet tetes, erlenmeyer 100 ml.
Bahan :
contoh bahan,
aquades.
Cara kerja :
Siapkan 7
tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml reagen-reagen seperti tercantum
diatas. Tambahkan secara perlahan-lahan larutan contoh melalui pipet sampai terjadi
perubahan (endapan). Kocok tabung reaksi secara hati-hati dan amati yang
terjadi.
5. Pengendapan Protein
Prinsip :
Protein akan
mengalami pengendapan bila ditambahkan dengan TCA (Tri Chlor Acid ) dan
asam pikrat.
Cara
kerja :
Ambil 2 ml
bahan, masukkan kedalam tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung asam pikrat
jenuh, tetesi setetes–setettes dengan menggunakan TCA 1% dan amati yang
terjadi.
6. Reaksi Warna
a. Percobaan Kadar N
Cara
kerja :
Kapur natron (campuran
NaOH dan Ca(OH)2) dalam tabung reaksi di tambahkan larutan bahan.
Dipanaskan, akan keluar amoniak, lakmus merah yang dibasahi akan menjadi biru.
b. Percobaan dengan Pb Asetat
Cara
kerja :
10 cc larutan
bahan dan 3 cc NaOH 10% tambahkan satu
atau dua tetes Pb Astetat, dipanaskan diatas penengas air. Hasil positif jika
larutan itu mula-mula berwarna kuning kemudian coklat dan akhirnya hitam, serta
Pb mengendap sebagai kolonic.
7. Kromatografi Kertas Untuk Menentukan Jenis Asam Amino
Bahan :
a.
Bak silinder
b.
Cairan solvent yang terdiri atas (n-butana ; asam
asetat ; H2O) dengan perbandingan (4 : 1 : 5).
c.
Kertas saring whatman 1 dengan ukuran setinggi bak
silinder dan lebar 4 – 5 cm.
d.
Ninhidrin 0,5% dalam campuran (n-butana : asam asetat :
kalidin) (25:10:2).
e.
Macam-macam asam amino sebagai standart, misalnya :
Alanin, Tirosin, Lisin.
f.
Larutan sampel yang akan diperiksa.
Cara
kerja :
a.
Kertas sering ditandai dengan jarak 3 cm dari ujung
bawah, kemudian diberi tanda dengan titik sebagai tanda zat yang akan
diperiksa. Kemudian dari titik tersebut diukur 15 cm dan ditandai.
b.
Zat-zat ditotolkan pada titik tanda. Ingat : jumlah zat
sekecil mungkin, kira-kira 10-50 mg
c.
Sewaktu menotolkan, titik tidak boleh berdiameter lebih
mm agar hasil pemisahan menunjukkan bercak–bercak yang cukup jelas.
d.
Larutan yang lama keringnya dapat dibantu dengan alat
pengering (dryer). Supaya diameter titik penotolannya tidak besar.
e.
Kertas ini kemudian dicelupkan kedalam cairan 1-2 cm
dari ujung bawah, agar cairan itu (fase mobil) dapat diserap oleh serat-serat kertas
sehingga setelan menyentuh totolan , zat tersebut dapat ikut diserap dan dibawah kertas sampai garis tertentu dalam waktu tertentu.
f.
Setelah sampai pada batas yang ditentukan kertas
diangkat dan dikeringkan kemudian semprot dengan larutan nihhidrin.
g.
Titik-titik yang mempunyai warna ungu dapat ditandai
dengan lingkaran .
h.
Bahan yang dianalisa di katakan positif jika sejajar
dengan standar yang dipakai dan dapat ditentukan dengan jenis asam aminonya.
B. Tes Kuantitatif
1. Penentuan Total Nitrogen, dengan Mikro Kjeldhal
Prinsip :
Bahan
didestruksi dengan H2SO4 pekat. Nitrogen yang terdapat
dalam bahan kemudian berikatan dengan H2SO4 membentuk (NH4)2SO4
pada tahap distilasi, penambahan reagen NaOH-thio dan dengan adanya pemanasan
akan membebaskan NH3 dalam bentuk gas yang kemudian dikondensasikan
dan di tampung oleh asam borat menjadi amoniumborat. Titrasi dengan HCl akan
membebaskan kembali amonia yang kemudian berikatan dengan HCl membentuk amonium
klorida.
Alat :
Perangkat alat
destruksi, alat destikasi, buret, erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur, tiombang
analitis.
Bahan :
H2SO4
pekat, NaOH-thio, tablet kjeldahl, indikator pp, asam borat 4%, indikator
MR-BCG, kertas lakmus, contoh bahan, aquades, HCl 0,02 N.
Cara
Kerja :
a. Destruksi :
Timbang 30 – 50
mg contoh bahan, masukkan ke dalam tabung Kjeldahl 50 ml, tambah dengan 0,5 gr
tablet kjeldahl dan 2ml H2SO4 pekat. Panaskan selama 2 –
6 jam, sampai diperoleh larutan jernih dalam tabung, lalu dinginkan.
b. Distilasi :
Tuang hasil
destruksi ke dalam tabung distilasi. Tambahkan 5 ml aquades ke dalam tabung
Kjeldahl untuk mencuci sisa larutan. Bilas kembali tabung Kjeldahl sebanyak 3
kali menggunakan 5 ml aquades. Tambahkan 2 tetes indikator pp dengan reagen
NaOH-thio sampai suasana menjadi basa (larutan) berwarna merah muda.
Siapkan 5 ml
asam borat 4 % yang telah diberi 4 tetes indikator MR-BCG dalam erlenmeyer 125
ml. Pasang tabung distilasi, mulut dari distilling tube harus terendam dalam
asam borat. Distilat sudah tidak bersifat basa lagi (netral, uji dengan kertas
lakmus).
c. Titrasi
:
Hasil distilat
dititrasi dengan 0,02 N HCl sampai tercapai warna merah muda.
(Blanko dibuat
dengan mengganti contoh dengan aquades yang diperlukan sama sebagaimana
prosedur diatas).
Perhitungan :
% N =
|
( S – B ) x N’ HCl x 14.008
|
x
100%
|
mg contoh
|
Dimana :
S = ml titrasi contoh
B = ml titrasi blanko
N = Normalitas HCl
14.008 = Berat atom Nitrogen
2. Penentuan Kadar Protein (Spektrofotometri)
Alat
dan Bahan :
a.
Spektrofotometer dan
Cuvet
b.
Sentrifug dan Tabung sentrifug
c.
Labu Ukur
d.
Larutan amido black
e.
Larutan sampel yang akan diperiksa.
Cara
kerja :
a.
Ambil 5 ml susu atau larutan protein dan encerkan
sampai 100 ml dengan aquadest.
b.
Dari larutan diatas, ambil 5 ml dan tambahkan 10 ml
larutan amido black dalam tabung sentrifug 15 ml dan gojoglah. Diamkan selama
10 menit dan kemudian disentrifuge (2500 rpm) selama 5 menit.
c.
Ambil 3 ml supernatan dan encerkan menjadi 200 ml dalam
labu ukur dan bacalah optical dencity (OD) dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 615 nm.
d.
Buatlah blanko dengan mengganti 5 ml larutan contoh
dengan 5 ml aquadest.
e.
Standarisasi spektrofotometer pada OD nol dengan
aquadest dan bacalah OD blanko (dengan kuvet). Harga OD terkoreksi (OD-OD
blanko) dipakai untuk menentukan kadar protein dengan membaca kurva standard.
Catatan :
Kurva standard
dibuat dengan larutan protein murni atau larutan protein yang telah diketahui
kadar proteinnya dengan konsentrasi yang makin menaik, diperlukan dengan
prosedur diatas. Gambar kurva dibuat untuk menunjukan hubungan kadar protein
dengan OD-nya.
- Untuk menghitung
kadar protein mula-mula jangan lupa masukan faktor pengenceran
3. Menentukan Nitrogen Amino
Alat
dan Bahan :
a.
Buret
b.
Erlenmeyer
c.
Formalin
d.
Indikator pp
e.
Larutan NaOH 0,1N
f.
Larutan sampel yang akan diperiksa.
Cara
kerja :
a.
Timbang 1 gr bahan.
b.
Mengencerkan bahan dengan aquadest sampai 50 ml.
Menguapkan bahan setelah ditambah aquadest dalam dandang sampai setengah
bagian.
c.
Ditambah dengan aquadest sampai 50 ml dan disaring.
d.
Filtrat ditambah formalin 2 ml dan indikator pp 2
tetes.
e.
Titrasi dengan 0.1 N NaOH sampai berwarna merah jambu.
Perhitungan :
% N Amino =
|
ml NaOH ( S –
B ) x 14.008
|
x
100%
|
gram S x 1000
|
LEMAK
Secara
kimiawi lemak termasuk dalam kelompok senyawa organik ester yang terbentuk dari
reaksi alkohol dengan asam organik komponen pembentuk lemak pada umumnya
terdiri dari satu molekul gliserol yang
berkaitan dengan tiga molekul asam lemak, di kenal sebagai trigliserida.
Asam lemak
terdiri dari satu rantai hidrokarbon dengan terminal gugus karboksil. Apabila
seluruh Valensi karbon tidak terpenuhi, ikatan rangkap ini menentukan beentuk
asam lemak tidak jenuh. Jumlah dan letak ikatan rangkap ini menentukan bentu
asam lemak dan lebih jauh mempengaruhi pula sifat – sifat kimia dan fisiknya.
Minyak/lemak pada
umumnya memiliki titik didih tinggi, tidak larut dalam pelarut polar, tetapi
larut dalam pelarut organik ( eter, alkohol, kloform, benzena, dll). Dengan
pelarut lemak, maka lemak dapat diekstraksi dari jaringan hewan dan tumbuhan.
Hasil ekstrasi merupakan campuran kompleks.
Dalam keadaan
murni, pada umumnya lemak tidak terasa, berwarna dan berbau. Warna lemak/minyak
yang terdapat di alam disebabkan oleh macam – macam pigmen. Asam-asam lemak tak
jenuh yang terdapat dalam lemak mudah mengalami kerusakan yang akan berpengaruh
pada kualitas minyak secara keseluruhan. Oksidasi asam lemak tak jenuh misalnya
akan menghasilkan macam-macam zat yang menyebabkan ketengikan (rancid). Zat
tersebut tidak dicernakan oleh usus diantaranya bersifat racun.
A. Tes Kualitatif
1. Penentuan Bilangan Penyabunan
Pengertian :
Angka
Penyabunan adalah banyaknya milogram KOH yang dibutuhkan untuk menyabun 1 gram
lemak/minyak.
Prinsip :
Penyabunan
adalah hidrolisa suatu ester. Penyabunan minyak dilakukan dengan menambahkan
larutan KOH alkohol berlebihan. Kelebihan KOH dapat diketahui melalui titrasi
dengan standar asam (HCI).
Reagen :
a.
KOH alkohol ; 4% KOH dalam alkohol 95%
b.
HCl 0,5 N
c.
Indikator phenolphtalein
Cara kerja :
a.
Timbang teliti 10 g minyak, masukkan ke dalam labu
erlenmeyer.
b.
Tambahkan 50 ml KOH alkohol (gunakan buret) ke dalam
erlenmeyer bahan dan blanko.
c.
Siapkan penangas air dan pendingin balik (Condensor).
d.
Sambung erlenmeyer dengan pendingin balik, panaskan
dalam penangas air mendidih selama 30 menit (selama penyabunan, air dalam
pendingin balik harus tetap mengalir).
e.
Dinginkan, kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan
indikator PP 3 tetes
f.
Titrasi sampai larutan berwarna merah muda
g.
Blanko juga dititrasi sampai warna merah muda (dengan prosedur
yang sama dengan bahan).
h.
Lakukan standarisasi HCl.
Perhitungan :
Angka
Penyabunan =
|
(ml
HCl blanko–ml HCl bahan) x N HCl x BM KOH
|
Berat
minyak
|
2. Penentuan Bilangan Iodium
Pengertian
:
Angka Iodium
adalah banyaknya miligram Iodium yang diikat oleh 100 gr minyak/lemak.
Prinsip :
Adisi Iodium
kedalam ikatan rangkap minyak/lemak. Kelebihan Iodium ditentukan secara Iodio
metri.
Reagen :
a.
Larutan Hanus Timbang
13,2 g iodium, larutkan dalam : l glasial acetic acid panas. Tambahkan dengan
hati-hati 2 ml larutan bromin. Aduk sampai homogen.
b.
Larutan Na2S2O3 0,1 N
c.
Larutan Amilum 1 %
d.
Chloroform
Cara kerja
:
a.
Timbang teliti 0.5 g minyak, masukan kedalam erlenmayer
bertutup
b.
Tambahkan 10 ml Chloroform, kocok
c.
Tambahkan 25 ml larutan hanus (gunakan buret)
d.
Tutup erlenmayer, biarkan 30 menit di tempat gelap
sambil dikocok-kocok perlahan-lahan
e.
Tambahkan 10 ml larutan Kl 15 %
f.
Cuci tutup erlenmayer dan dinding dalam labu erlenmayer
dengan 50 ml H2O bebas CO2 dingin
g.
Tirasi dengan Na2S2O3
0.1 N sampai warna coklat muda, segera tambahkan 2 ml amilum 1 %
h.
Tirasi diteruskan sampai warna biru gelap hilang
(sebelum warna biru hilang, erlenmayer ditutup dan dikocok kuat-kuat),
lanjutkan tirasi sampai warna biru hilang
i.
Buat blanko dengan Prosedur yang sam, bahan diganti
pelarut
j.
Lakukan standarisasi Na2S2O3
Perhitungan :
Angka
Iodium =
|
(m)
Na2S2O3 blanko-ml bahan) x N Na2S2O3
x BM I2 x 100
|
Berat
bahan dalam gram
|
3. Penentuan Bilangan Asam
Pengertian
:
Angka asam
adalah banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan bebas, yang terdapat
dalam 1 gram minyak/lemak.
Prinsip
:
Asam lemak
bebas yang terdapat dalam lemak/minyak dinetralkan oleh KOH
Reagen :
a.
Alkohol 95 % (netral)
b.
KOH 0.05 N
c.
Indikator Phenolptalein (pp)
Cara kerja
:
a.
Timbang dengan teliti 10 gr minyak, masukan kedalam
labu erlenmayer
b.
Tambahkan 50 ml alkohol 95 % (netral)
c.
Panaskan sampai mendidih dan biarkan mendidih sambil
dikocok perlahan-lahan
d.
Dinginkan dan tambah iandikator PP 3 – 4 tetes
e.
Tirasi dengan KOH 0.05 N sampai warna nerah muda
pucatyang tidak hilang selama 20 – 30 detik
f.
Lakukan standarisasi KOH
Perhitungan :
Angka
asam =
|
ml
KOH x N KOH x BM KOH
|
x 100%
|
berat
minyak (g)
|
4. Penentuan Angka Peroksida
Prinsip :
Peroksida pada
minyak tengik akan memecah ikatan KI. I3 yang terbentuk ditentukan secara
iodometri.
Reagen :
a.
Pelarut = 60 % asam asetat + 40 % chloroform
b.
KI jenuh
c.
Larutan Na2S2O3 0.1 N
d.
Amilum
Cara kerja
:
a.
Larutkan 5 g tepat minyak (jelantah) dalam 30 ml
pelarut yang terdiri dari 60 5 asam aetat + 40 % chloroform dalam erlenmayer
bertutup, kocok hingga larut
b.
Tambahkan 0.5 ml larutan KI jenuh
c.
Diamkan 1 menit sambil kadang-kadang dikocok, tambahkan
30 ml H2O
d.
Tirasi dengan larutan Na2S2O3
0.1 N sampai warna coklat muda (kocok dengan kuat). Tambahkan 1 ml indikator
amilum 1 %. Campuran berubah menjadi biru gelap
e.
Teruskan tirasi sampai warna biru hilang
f.
Lakukan Standarisasi Na2S2O3
0.1 N
Catatan :
Apabila titrasi
kurang dari 0.5 ml, ulangi penentuan dengfan menggunakan larutan Na2S2O3
0.1 N
Perhitungan :
Angka
peroksida =
|
mlNa2S2O3 x N Na2S2O3
x 1000
|
x 100%
|
berat
minyak (g)
|
B. Tes Kuantitatif
1. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Soxhlet
Prinsip
:
Lemak
diekstrasi oleh eter atau chloroform, setelah eter diuapkan lemak ditentukan
secara gravimetri.
Reagen
:
¯
Diethil eter anhidrous atau Kloroform.
Cara kerja
:
a.
Timbang dengan tepat labu minyak
b.
Timbang bahan kering (10 g)
c.
Masukan dalam timbel (bahan sebelumnya dibungkus dengan
kertas saring bebas lemak).
d.
Masukan timbel kedalam soxhlet apparatus
e.
Tambahkan diethyl eter anhidrous/choloroforn secukupnya
2x eter turun + 10-15 ml untuk merendam timbel)
f.
Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan soxhlet diatas
penangas air selama 6 jam
g.
Lepaskan labu lemak dari apparatus, uapkan eternya
(hati-hati, jauhkan dari api terbuka)
h.
Panaskan labu lemak dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam
i.
Dinginkan dalam desikator. Timbang dengan tepat
beratnya.
Perhitungan :
Kadar
Lemak =
|
Berat
labu dgn lemak – berat labu kosong
|
x 100%
|
berat
bahan kosong (g)
|
Catatan
:
Untuk
bahan basah, perhitungan kadar lemak harus memperhitungkan kadar air kadar
tersebut
2. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Manual
Prinsip
:
Lemak
diekstrasi oleh campuran pelarut chloroform etanol, setelah pelarut diuapkan
lemak ditentukan secara gravimetri.
Reagen :
a.
Bahan contoh dihancurkan dengan campuran pelarut
chloroform-etanol 2 : 1 selama beberapa menit. Untuk 2 gram bahan digunakan 40
ml pelarut
b.
Homogenat yang diperoleh didiamkan beberapa menit
c.
Kemudian disaring dalam erlenmayer bertutup 50 ml lewat
kertas saring. Untuk analisa kuantitatif perlu diketahui berat erlenmayer
d.
Filtrat dicuci dengan menambahkan aquadest sebanyak 0.2
volume filtrat. Gojag dan diamkan sampai 2 bagian cairan terpisah. Cairan
(bagian) aquadest dibuang, pencucian diulangi 3 kali dengan aquadest
e.
Untuk menjadikan larutan homogen kembali, dilakukan
penambahan sedikit chloroform-etanol dan metanol secukupnya
f.
Larutan yang diperoleh dikeringkan dalam oven dan
ditimbang setelah mendapat berat konstan.
VITAMIN
Vitamin
merupakan zat organik yang jumlahnya sedikit dalam makanan dan dibutuhkan
sangat sedikit oleh tubuh, berfungsi sebagai pengatur metabolisme tubuh. Nama
vitamin pertama kali diungkapkan oleh Clasmir Funk (1912). Kata vitamin berasal
dari kata vita (hidup) dan amina (zat yang tersusun dari bahan amin). Sejak
ditemukan tidak semua vitamin mengandung bahan amin, penulisan kata vitamin
dihilangkan huruf e-nya.
Berdasarkan
zat pelarutnya vitamin dapat digolongkan menjadi vitamin larut lemak dan
vitamin larut air. Yang termasuk vitamin larut lemak adalah vitamin A, D, E,
dan K, sedangkan vitamin B dan C merupakan vitamin yang larut air.
Adapun
sifat-sifst vitamin larut lemak dan vitamin larut air dapat dilihat pada tabel
berikut.
Larut Air
|
Larut Lemak
|
-
Harus tesedia setiap hari dalammakanan
-
Tidak dapat disimpan dalam tubuh
-
Tidak dijumpai dalam bentuk prekursor/provitamin
-
Muncul gejala akibat kekurangan cepat teramati
-
Rusak dalam proses pemasakan atau pemanasan
-
Tidak tahan terhadap alkali
-
Larut dalam air
|
-
Tidak harus tersedia setaip hari dalam makanan
-
Dapat disimpan dalam tubuh (di hati)
-
umumnya dijumpai dalam bentuk precursor/provitamin
-
Muncul gejala akibat kekurangan relatif lama
-
Stabil selama proses pemasakan / pemanasan
-
Tahan terhadap alkali
-
Larut lemak
|
Vitamin
mempunyai sifat fisis dan kimia yang spesifik, maka cara analisanya juga
spesifik. Ada tiga cara analisa vitamin yaitu :
1.
Cara Biologis, yaitu merupakan cara analisis
yang mula-mula dilakukan sebelum diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari
suatu bahan makanan. Cara ini dilakukan dengan menggunakan hewan-hewan
percobaan untuk mengetahui peranan vitamin dalam zat hidup
2.
Cara Mikrobiologis, yaitu dengan menggunakan
bakteri/yeast/jamur. Untuk itu harus ditentukan jenis mikroba yang spesifik
untuk pengujian satu jenis bahan makanan tertentu. Bahan yang dianalisa harus
dimurnikan dahulu dari bahan lain yang kemungkinannya mempengaruhi aktivitas
mikroba tersebut
3.
Cara Kimiawi, cara ini dilakukan berdasarkan
sifat-sifat fisik dan kimia vitamin, lebih cepat dan murah dibanding cara yang
lain. Namun demikian dengan cara ini hanya dapat diketahui vitamin secara
kuantitatif.
Untuk
mendapatkan data yang lengkap tentang kualitas dan kuantitas vitamin sering
cara biologis dan kimiawi dilakukan bersama-sama.
Sebagai
contoh analisis kadar vitamin dalam praktikum akan kita lakukan penentuan kadar
karoten dengan metode spektrofotometri dan penentuan kadar vitamin C dengan titrasi
iodium. Karena disamping murah, prosedurnya relatif mudah dilakukan dan dapat
manfaat terutama untukpengembangan teknologi pangan dalam membantu mengatasi
permasalahan pangan dan gizi.
A. Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Iodium
Prinsip
:
Ekstraksi
vitamin C dengan menggunakan aquadest, yang dilanjutkan dengan titrasi
iodometri menggunakan reagen iodium dan indikator amilum.
Reagen :
1.
larutan iodium (I2) 0.01 N 100 ml. timbang x gram I2,
larutkan dengan aquadest (yang telah didihkan ), masukan dalam labu seukuran
100 ml, sebelum tanda batas tambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4)
0.1 N dan 5 gram KI.
2.
indikator amilum 1 %
Prosedur :
1.
Hancurkan bahan yang ada dengan menggunakan
mortar/waring blender (jangan ditambah air)
2.
Timbang 30 gr slurry (bahan yang sudah halus) dan
masukan kedalam labu seukuran 100 ml. tambahkan aquadest sampai tanda batas
3.
Saring dengan menggunakan kertas saring untuk
memisahkan filtratnya.
4.
Pipet 20 ml filtrat dan masukan ke dalam erlenmayer.
Tambahkan 2 ml amilum 1 % ( jika warna filtrat terlalu pekat, lakukan
pengenceran dengan aquadest)
5.
Titrasi dengan menggunakan larutan iodium 0.01 N sampai
titik akhir titrasi ( ditandai dengan terjadinya berubahan warna)
Perhitungan
% Vit C =
|
ml Iod x 0.88
|
x
P x 100%
|
Gram sampel x 1000
|
P = Pengenceran
B. Penentuan kadar karoten dengan Metoda
Spektrofotometri
Prinsip :
Ekstrasi
Karoten dengan menggunakan pelarut lemak yang di lanjutkan dengan pembacaan
menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 450 nm.
Reagen :
1.
Petrolium Benzena
2.
Aseton
3.
Natrium sulfat (Na2SO4)
Prosedur
:
- Timbang 0,5 gram contoh yang telah dihancurkan. Masukan ke dalam tabung reaksi.
- Tambahkan 5 ml petrolium benzena dan 5 ml aseton, lakukan ekstrasi dengan menggunakan Vortex mixer. Tuangkan supernatan (cairan bening dari sampel) ke dalam tabung sentrifuge.
- Lakukan ekstrasi (seperti prosedur no. 2) pada filtrat yang masih tertinggal. (Ekstrasi dilakukan 3x, sehingga diperoleh supernatan pada 3 tabung sentrifuge ).
- Sentrifuge hasil ekstrasi yang ada pada tabung sentrifuge selama 2 menit pada 600 rpm.
- Tuangkan hasil sentrifuge tersebut ke dalam satu corong pemisah.
- Tambahkan 25 ml aquades ke dalam corong pemisah, kemudian gojog ( corong pemisah jangan di tutup ) keluarkan aquades dari corong pemisah. Ulangi prosedur no. 6 sekali lagi.
- Tampung hasilnya dalam tabung reaksi yang telah berisi 0,5 gram Na2SO4. kemudian gojog . ambil 1 ml larutan ini, masukan kedalam kuvet spektro dan tambahkan 9 ml petrolium benzena.
- Baca absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm.
Perhitungan :
Total Karoten (SI) =
|
A x V
|
x
0.33
|
0.25 x gr sampel
|
A
= Absorbansi
V
= volume
larutan dalam kuvet (ml)
MINERAL
Mineral merupakan
salah satu dari zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, meskipun dalam jumlah
sedikit namun sangat penting bagi tubuh. Sumber mineral bagi manusia didapat
dari bahhn makanan, yang dalam analisa bahan makanan tertinggal sebagai abu,
yaitu sisia yang tertiggal bila suatu salmpel bahan makan dibakar sempurna
dalam suatu tungku.
Mineral yang teerdapat dalam
suatu bahan makanan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan
anorganik. Selain kedua garam tersebut, kadang berbentuk dsebagai senyawaan
kompleks yang bersifat organis. Penentuan mineral dalam bahan hasil pertanian
dapat dibedakan dalam dua tahapan, yaitu : penentuan abu dan penentuan individu
komponen. Sebagai contoh penentuan kadar mineral dalam percobaan akan kita
lakukan penentuan kadar calsium.
A. Penentuan
Kadar Kalsium Dengan Metode Titrasi KMnO4
Prinsip
:
Kalsium dapat
sditetapkan dengan cara titrasi oleh KMnO4 sebagai calsium oksalat
setelah dilarutkan oleh asam sulfat. Dengan mengetahui banyaknya KMnO4
yang dipakai, maka kadar Ca pada contoh daopat diketahui.
Reagen
:
1.
HCl pekat
2.
aquabidest
3.
BCG 0.2 %
4.
Na asetat 20 %
5.
Asam oksalat 3 %
6.
Amoniak 1 : 50
7.
H2SO4 1 : 25
8.
KMnO4 0.05 N
B. Penentuan Kadar
Besi
Prinsip
:
Pembentukan
senyawa berwarna merah antara O-fenatrolin dengan ion besi (II)
Reagen
:
- Larutan baku (standar) besi 0.1 mg/ml
2.
HCl 6 N
3.
HCl 3 N
4.
HCl 1 %
5.
Larutan hidrokuinon 1%
6.
Larutan O-fenantrolin 0.25 %
7.
indikator biru brom fenon
8.
larutan asma sitrat 25 %
Prosedur
:
1.
Timbang sejumlah cuplikan yang nmengandung lebih kurang
1 mg besi dengan teliti dalam kurs porselin
2.
Arangkan perlahan-lahan dengan api kecil
3.
Abukan sampai bebas arang pada suhu kurang lebih 550 °C
4.
Tambahkan 5 – 10 ml HCl 6 N dan keringkan diatas
penangas air
5.
Tambahkan 15 HCl 3 N Panaskan diatas lempeng paemanas
sampai mulai mendidih
6.
Dinginkan, setyelah dingin saring kedalam labu terukur
100 ml
7.
Kedalam kurs tambahkan 10 ml HCL 3 N panaskan smpai
mulai mendidih
8.
Dinginkan dan cairan ditambahkan kedalam labu terukur
diatas
9.
Bilas kurs dengan air dan air bilasn ditambahkan kedlam
labu terukur sampai pada batas. (A)
Pembuatan
larutan standar :
-
Larutkan sebanyak 0.7021 gram amonium besi (II) sulfat
hidrat dalam 1 l HCL 1 %
-
Pipet 10 ml larutan dan encerkan dengan HCl 1 % sampai
100 ml (B)
Cara
penetapan :
1.
Pipet 5 ml larutan A; 3 ml, 4 ml, 5 ml, 7 ml, dan 9 ml
larutan B. masukan kedalam gelas piala 50 ml
2.
tambahkan masing-masing gelas piala berturut-turut 1 ml
larutan hidrokuinon 1 %, 2 ml larutan O-fenantrolin 0.25 % dan 3 tetes
indikator biru brom fenol
3.
Atur pH larutan menjadi 3.5 dengan menambah larutan
asam sitrat 25 %
4.
pindahkan larutan kedalam labu terukur 25 ml
5.
Bilas gelas piala dengan air dan air bialsan
ditambahkan kedalam labu terukur dan tambahkan air sampai tanda batas
6.
simpan pada suhu 20 °C
tidak lebih dari 2 jam
7.
ukur masing serapan pada panjang gelombang 510 nm
8.
sebagai blanko, digunakan larutan tanpa cuplikan yang
diperlukan sama dengan larutan uji
Kadar Besi Dalam 100 Gr Cuplikan
adalah
Besi
= B x
|
100
|
x
|
100
|
|
V
|
Bu
|
Keterangan :
B = Bobot
besi dalam mg yang didapat
V = Volume
larutan uji yang dipipet
Bu = Bobot
cuplikan yang ditimbang
C. Penentuan Kadar
Fosfor
Prinsip
:
Pembentukan
senyawa berwarna kuning jingga antara ortofosfat dengan campuran asam moloibdat
dalam asam vanadat
Reagen
:
1.
HCl 6 N
2.
HCl 3 N
Prosedur :
Larutan uji
- timbang secara teliti sejumlah cuplikan setara lebih kurang 100 ml fosfor didalam kurs
- arangkan dengan api kecil
- abukan didalam muffel sampai bebas arang sampai suhu 550 °C
- tambahkan 5 – 10 ml HCl 6 N dan keringkan diatang penangas air
- tanbahkan 15 ml HCl 3N dan panaskan diatas lempeng pemanas sampai mulai mendidih
- dinginkan dan saring kedalam labu terukur 100 ml
- kedalam kurs ditambahlagi 10 ml HCl 3 N panaskan
- dinginkan dandidinginkan kemudina tambahkan kedalam labu terukur
- bilas kursair, dan bilasan ditambahkan kedalam labu terukur dan tambahair sampai tanda batas.(A)
Larutan
baku
- timbang 0.286 gr kalium dihidrogen fosfst yang telah dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105 °C
- larutkan dalam 100 ml air (B)
Cara
penetapan :
- pipet larutan A sebanyak 2 ml ; 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml larutan B, masukan kedalam 6 labu terukur 100 ml yang berbeda
- tambahkan air 50 – 60 ml dan dibasahkan dengan beberapa tetes amonia pekat dan diasamkan dengan nitrat (1 : 2)
- tambahkan 25 ml pereaksi Vanadat-molibdat dan encerkan sampai tanda, dicampur dan didiamkan selama 10 menit
- ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang lebih kurang 470 nm
- sebagai blanko, digunakan larutan tanpa cuplikan yang diperlukan sama seperti larutan uji
Kadar Fosfor Dalam 100 Gr Cuplikan
adalah
Fosfor = B x
|
100
|
x
|
100
|
|
V
|
Bu
|
Keterangan :
B = Bobot
fosfor dalam mg yang didapat
V = Volume
larutan uji yang dipipet
Bu = Bobot
cuplikan yang ditimbang
PENENTUAN AIR DAN ABU
A. Penentuan Kadar Air
Cara
kerja :
¯
Panaskan oven pada suhu 95 °C, masukan botol timbang kosong kedalam oven
dan keringkan 30 menit.
¯
Keluarkan botol timbangan dari oven, masukan
eksikator dan tunggu sampai dingin kemudian timbang dan catat beratnya (a).
¯
Timbang 2 gr contoh dalam botol timbang catat
beratnya (b), (b=a+2), kemudian keringkan botol + bahan dalam
oven selama 2 jam.
¯
Keluarkan bahan dari oven, masukan eksikator dan
tunggu sampai dingin kemudian dan catat beratnya. Masukan kembali bahan kedalam
oven panaskan 30 menit
¯
Keluarkan kembali bahan dari oven, masukan
eksikator dan timbang kembali beratnya. Prosedur diatas 4 – 5 diulang sampai
diperoleh berat yang konstan (selisih 2 penimbangan berturut-turut tidak
melebihi 0.02 ml). catat beratnya (c)
Perhitungan :
% KA (brt basah) =
|
b – c
|
x 100 %
|
b – a
|
||
% KA (brt
kering) =
|
b – c
|
x 100 %
|
c – a
|
Keterangan :
a = berat
botol timbang
b = berat
botol timbang + sampel (bahan) awal
c = berat
botol timbang + sampel (bahan) setelah dikeringkan
A. Penentuan Kadar Abu
Cara kerja
:
¯
Panaskan oven pada suhu 95 °C, masukan kurs porselin kosong kedalam oven
dan keringkan selam 30 menit.
¯
Keluarkan kurs porselin dari oven, masukan
eksikator dan tunggu sampai dingin kemudian timbang dan catat beratnya (a)
¯
Timbang 10 gr sampel kedalam kurs porselin,
catat beratnya (b), (b=a+10), kemudian keringkan kurs porselin + sampel
pada dalam oven selam 30 menit
¯
Keluarkan bahan dari oven, masukan eksikator dan
tunggu sampai dingin kemudian timbang dan catat beratnya (c)
¯
Panaskan muffle sampai 300 – 400 °C. stabilkan suhu sampai waktu kurs-porselin
dipindahkan.
¯
Masukan kurs porselin dalam muffle, pijarkan
kurs dan isinya sampai diperoleh abu berwarna putih (+- 2 jam)
¯
Keluarkan kurs dari muffle, masukan dalam
eksikator, tunggu sampai dingin kemudian timbang beratnya.
¯
Masukan kembali kurs beserta isinya kedalam
muffle dan pijarkan kembali.
¯
Ulangi prosedur tersebut, sampai diperoleh berat
konstan (d)
Perhitungan :
% Abu =
|
d – a
|
x 100 %
|
c – a
|
Keterangan :
a
= berat
kurs porselin
c
= berat
kurs porselin + sampel (bahan) setelah dikeringkan
d
= berat
kurs porselin + abu
IODAT DAN BAHAN BERACUN
A. Analisis Iodat
Penggunaan
Iodium sebagai pencegah penyakit gondok telah banyak dipraktekan oleh beberapa
negara, yaitu dengan garam beriodium. Garam beriodium merupakan garam dapur
yang ditambah Iodium didalamnya atau di
Iodisasi dengan senyawa Iodium. Bahan-bahan yang sering digunakan untuk
iodisasi dapat berupa iodium, KI dan KIO3.
Dalam
percobaan ini akan dilakukan analisa secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif bertujuan untuk menentukan adanya Ion Iodat. Sedangkan
analisis kuantitatif bertujuan untuk menentukan kadar Iodat yang terdapat dalam
garam beriodium.
1. Analisis Kualitatif Iodat
Kalium Iodat
(KIO3) dalam suasana asam dapat membebaskan Iodium dari senyawa
Idotida. Iodium yang terbebas akan memberikan warna biru tua dengan larutan
kanji.
Bahan :
¯
Garam beriodium
¯
HCl pekat
¯
Larutan kanji
¯
Kalium Iodida (KI)
Cara kerja
:
¯
Masukkan kurang lebih 0,5 gram contoh ke dalam
tabung reaksi Pyrek dan tambah 5 ml aquades, kocok–kocok dengan sedikit
pemanasan.
¯
Tambahkan 5 tetes HCl pekat dan sepuluh tetes
larutan kanji.
¯
Tambahkan 1-2 butir kristal kalium Iodida (KI)
sampai dikocok–kocok. Timbulnya warna biru tua menunjukkan adanya Iodidat.
2. Analisis Kuantitatif Iodat.
Kadar KIO3
dalam garam beriodium daapat ditentukan secara Iodometri. KIO3 dalam
suasana asam akan mengoksidasi garam–garam Iodida menjadi Iodium. Iodium (I2)
yang di bebaskan, dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat (Na2S2O3).
Reaksi :
¯
KIO3 + 5KI + 6HCl ------> 6KCI + 3I2 + 3
H2O
¯
I2 + 2Na2S2O3 ----------> 2NaI + Na2S4O6
¯
I2 +
larutan amilum ( kanji ) menghasilkan warna biru
¯
Warna biru akan hilang jika larutan dititrasi
dengan larutan Na2S2O3
Bahan :
¯
Larutan KIO3 0,005 N
¯
Larutan Na2S2O3 0,005
N
¯
Na CI p.a.
¯
Larutan H3PO4 85%
¯
Larutan kanji
¯
Kalium Iodida
Cara kerja :
a.
Pembuatan larutan standar primer KIO3
Timbang dengan
teliti 21,3 gram KIO3 p.a. Larutkan sampai volume 1000 ml dalam labu
takar. Larutan ini normalitasnya 0.1 N.
Untuk membuat larutan 0,005 N, ambil 50 ml dengan pipet gondok masukkan kedalam
labu takar 1000 ml. tambahkan aquades sampai tepat pada garis batas.
b.
Pembuatan larutan Na2S2O3
Timbang
kira–kira 25 gram Na2S2O35H2O
larutan dalam labu takar 1000 ml sampai tepat pada batasnya. Gunakan air yang
telah di didihkan dan di dinginkan. Tambahkan kira–kira 0,1 gram natrium
karbonat sebagai pengawet. Larutan ini normalitasnya 0,1 N.
Untuk membuat
larutan 0,005 N, pipet sebanyak 5 ml dan encerkan dalam labu takar sampai
dengan volumenya 1000 ml.
c.
Penentuan Iodidat dalam contoh
Standarisasi
Larutan Tiosulfat 0,005 N.
¯
Timbang 25 gram NaCI p.a dan masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml. tambahkan aquades 125 ml, dan kocok sampai semua garam
melarut.
¯
Pipet sebanyak 5 ml larutan KIO3
0.005 N dan masukkan garam diatas.
¯
Tambahkan 2 ml larutan H3PO4
85% dan 2ml larutan kanji.
¯
Tambahkan seujung sendok kecil kira-kira 0,1
gram kristal KI, kocok sampai larut.
¯
Segera titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,005 N dalam mikro buret, sampai warna biru
tepat hilang (sisakan larutan Tio-sulfat yang diperlukan sebanyak A ml
).
Titrasi
contoh garam beriodium
¯
Timbang dengan teliti 25 gram contoh garam
beriodium masukkan ke dalam erlen meyer 250 ml.
¯
Tambahkan 125 ml aqudes dan kocok sampai semua
garam melarut.
¯
Tambahkan 2 ml H3PO4 85 %
dan 2 ml larutan kanji.
¯
Tambahkan sujung sendok kecil kira-kira 0,1 gram
kristal KI dan kocok sampai melarut.
¯
Segera titrasi dengan larutan Na2S2O3
0.005 N sampai warna biru tepat hilang, misalnya diperlukan B
ml.
d.
Perhitungan
Standirisasi
larutan thio-sulfat 0,005 N dimaksudkan untuk mencari equivalensi larutan thio-sulfat
terhadap KIO3.
Langkah
1 :
Larutan
0,005 N KIO3
= 21,3 x 50/1000 gram KIO3/ml
= 1,065 ml gram/ml
Langkah
2 :
5
ml larutan 0,005 N KIO3
= 5 x 1,065
= 5,325 ml gram KIO3.
Langkah
3 :
Larutan Na2S2O3
yang dipakai untuk titrasi = A ml equivelen Thio Sulfat.
= 5,325/A (ml gram KIO3/ml thio-sulfat )
Kadar Iodat
dalam garam beriodium dapat dihitung
:
Langkah 1 :
Larutan Na2S2O3
0,005 N yang dapat dipakai titrasi garam = B ml.
Langkah 2 :
25 gram garam
memerlukan = B ml Na2S2O3.
Langkah 3 :
1000 gram
memerlukan
= 1000/25 x B ml Na2S2O3
= (1000/25 x B) x 5,325/A ml
gram KIO3
= 213 B/A ml gram KIO3
Kadar KIO3 dlm contoh = 213
|
B
|
ppm.
|
A
|
B. Analisis Zat
Warna
Zat warna
sintetis lebihh banyak di gunakan untuk mewarnai makanan dan minuman daripada
zat warna alam . zat warna ini biasanya bersifat asam atau basah yang termasuk
golongan Coal Taid yes. Serat wool dan sutera mengandung protein amfoter yang
mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan
mengamati perubahan warna benang wool yang telah dicelup dalam zat warna dengan
berbagai pereaksi dapat ditentukan zat jenis warna tadi.
Percobaan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi adanya zat warna merah, Rhodamin B, yang
sebenarnya diproduksi untuk mewarnai kertas, tekstil, kayu dan barang industri
non pangan tetapi banyak digunakan untuk memberi warna makanan dan atau
minuman.zat warna ini oleh pemerintah dinyatakan sebagai zat warna dilarang
digunakan untuk mewarnai makanan.
Bahan :
¯
Saus tomat
¯
Benang wool
¯
HCl pekat
¯
NaOH 2 %
¯
H2SO4 pekat
¯
HCl encer (1+9)
¯
NaOH 10 %
¯
NH4OH 12 %
¯
Eter
¯
Asam asetat 0,5 %
¯
NaOH 0,5 %
Cara
kerja :
Cara 1
¯
Larutan 1 sendok kecil saos tomat dalam air 30
ml, asamkam dengan HCl. Jika perlu saring dan tampung dalam gelas piala.
¯
Masukkan benang wool ( kurang lebih 20 cm )
didihkan selama 30 menit.
¯
Angkat benang wool dan cuci dengan air dingin
¯
Keringkan dan potong menjadi 4 bagian
¯
Uji masing-masing dengan HCl pekat, H2SO4
pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 12 % amati perubahan warna dan catat
Cara 2
¯
Larutkan 1 sendok kecil saos tomat dalam 24 ml
air
¯
Basahkan dengan 5 ml NaOH 10 %. Jika ada zat
yang tidak larut ambil contoh yang sama, didihkan dengan NaOH 2 % selama 1
menit kemudian saring
¯
Ekstraksi larutan atau filtrat dengan 30 ml
eter. Jika perlu cuci ekstrak dengan 0,5 % pisahkan dengan corong pemisah
¯
Asamkan dengan 10 ml asam asetat
¯
Uji dengan HCl pekat, H2SO4
pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 12 %
¯
Amati perubahan warna yang terjadi.
C. Penentuan
Hidrosianida (HCN)
Secara
Kualitatif
¯
Menserasikan 50 gr bahan yang telah ditumbuk
dalam 50 ml air pada erlanmeyer 250 ml dan tambahkan 10 ml larutan asam tartrat
5 %
¯
Kertas saring ukuran 1 x 7 cm dicelupkan dalam
asam tikrat jenuh, kemudian dikeringkan diudara. Setelah kering dibasahi dengan
larutan Na2CO3 8 % dan digantungkan leher erlenmeyer
diatas, dan tutup sedemikian rupa sehingga kertas tak kontak dengan cairan
erlenmeyer.
¯
Kemudian di panaskan diatas penangas air 50° C selama 15 menit. Apabila warna orange dari
kertas pikrat beruba menjadi warna merah berarti dalam bahan terdapat HCN
Secara
Kuantitatif
¯
Timbang 10 – 20 gr sampel yang sudah ditumbuk
halus ( 20 mes ), tambahkan 100 ml aquades dalam labu kejeldal dan menserasikan
selama 2 jam
¯
Kemudian tambahkan lagi 100 ml aquades dan
distilasi dengan uap (stem distilation). Distilat dityampung dalam erlen meyer
yang sudah diisi dengan 20 ml 0,02 N AgNO3 dan 1 ml HN3.
¯
Setelah distilat mencapai 150 ml, distilat dihentikan.
Distilat kemudian disaring dengan krusgooch, endapan yang mungkin ada dicuci
dengan air.
¯
Kelebihan AgNO3 dalam distilat
dititrasi dengan K-tiosianat memakai indikator ferri.
1 ml AgNO3 = 0,54 HCN
Berat
HCN =
|
ml
titrasi (blanko-cnth)
|
x
20 x
|
N
AgNO3
|
x 0,54 mg
|
ml
titrasi blanko
|
0,02
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar